Kamis, 26 Februari 2015

WHEN I WAKE UP ? ( Nada-Nada Penghentak ) #1


Assalamu'alaikum Sobat Nu-Pen

               Bisalah terkira kita sudah tak lama berjumpa di dalam blog ini , mohon maklum para sahabat semua dikala tugas-tugas sekolah layaknya project, pembuatan film pendek , dan juga beberapa tugas penulisan lainnya membuat blog ini seakan-akan seperti pondok yang hanya tertinggal pondasinya saja, hahaha .... Marilah kawan kita mulai kembali mengisi blog ini dengan sebuah tulisan dan goresan-goresan berarti supaya tangan ini kelak membicarakan kebaikan bukan kehinaan atau keburukan di hari akhir kelak , Bismillaah...

         Admin terfikir pada suatu inspirasi yang berisi tentang perkisahan pendek sampai suatu perkisahan yang panjang . Yang mana sangat ingin untuk saya bagikan kepada sobat semua sebagai "tepukan pundak" dari saya kalau , saya ini bisa lohh... untuk berbagi suatu perkisahan yang seru, mari kawan bersama-sama berbagi dan memberikan sarannya ya... Kali ini akan mulai ada suatu kisah panjang atau pendek berjudul "When I Wake Up" yang akan mengisi blog ini setiap hari Kamis dan Minggu ... yang mana ini adalah representasi dari naskah film pendek yang saya buat untuk program tugas kelompok beberapa hari yang lalu. Doakan saja cerita ini bisa sangat berarti bagi alam imajinasi kita semua. Walaupun begitu, postingan yang berisi cerita pengalaman maupun karya-karya lain tetap diposting di blog ini....Mari kawan kita mulakan .... Bismillaah ...

WHEN I WAKE UP ?
(Cerita-fiksi-petualangan)

( Nada-Nada Penghentak ) #1

          Batu bulat , kemerah-merahan tanah , suara kicauan burung , terkadang juga hadir tarikan nafas spontan oleh beberapa orang . Semua itu terdengar bersatu-padu layaknya harmoni paduan suara ditengah nuansa pertunjukkan paduan suara pada perkotaan. Di jarak sekitar 5 hasta dari ujung kakiku yang tidak simetris , aku melihat suatu tempat yang selalu mengundang alam bawah sadarku untuk selalu memikirkan tempat ini dikala aku berbuat jahat, berbuat kurang hajar, bahkan berbuat hina kepada beberapa orang disekitarku.

         "Syanilen Indawirasih" seakan-akan menjadi sebuah teks berisi kumpulan not dan nada-nada yang membuat beberapa orang yang melihatnya berpaduan suara tanpa berfikir-fikir terlebih dahulu, bahkan konduktor bukanlah menggerakan suatu tongkat melainkan ia selalu menepukkan telapak tangannya kepada seorang wanita setengah baya yang mengaku sebagai orang yang berarti bagi kumpulan not-not itu .

----OOOO----

             "Naga, Ayam, Ular, Hiu dan seterusnya sampai Cicak berdiri dihadapanku sekarang juga !!!" , instruksi seseorang yang membosankan ,bagiku ini telah menjadi rekaman lagu yang mengiringiku disaat-saat seperti ini. Berdiri diatas hamparan tanah ini sangatlah membuatku menggila, aku betul-betul tidak tahan. Gulitan pakaian seragam berwarna air banjir bercampur tanah ini selalu menghiasi sekujur tubuh kami dihari Jum'at yang dikenal panas ini.

              Berdiri diujung depan barisan kompi-kompi ini, seorang yang "katanya" dipercaya untuk mengatur kaum Adam supaya lebih disiplin dalam baris-berbaris setiap dilaksanaknnya upacara naiknya helai kain dua-warna , Merah dan Putih. Kepala sekolah begitu senang sekali dengan kehadirannya disetiap dia mengincar wajah-wajah sengsara beberapa kaum Adam ini ,yang mana wajah tersebut terpasang layaknya topeng para penari-penari jawa.

               Jangan salah, panggilan-panggilan hewan itu memang ditujukan untuk kami para jajaran pria ekspeditor yang berjumlah 9 orang  yang terkenal akan "kenakalannya", tapi kami lebih setuju jika dikatakan terkenal karena "pencarian posisi nyamannya". Tak mengapa jika si pengatur kompi ini adalah golongan manusia yang memiliki identitas "L" disetiap lembaran-lembaran absensi membosankan itu, namun untuk saat ini orang itu adalah seorang siswi yang "katanya" juga adalah siswi tergalak sekaligus siswi teladan di sekolahku.

                Untuk kelima kalinya kami bersembilan dihukum jemur dan dipermalukan didepan khalayak satu sekolah , mulai dari adik kelas, teman sebaya, dan yang paling membuat kami canggung adalah jajaran kompi besar sang kakak kelas. Sudah menjadi suatu "adat-istiadat" di sekolah kami, pada hari Jum'at siang setelah shalat jum'at seluruh pelajar dari sekolah yang bernama "SMA Gading Surau" ini akan dijemur sebagai bentuk evaluasi kerapihan selama satu minggu sebelum merasakan indahnya liburan Sabtu-Minggu yang penuh dengan penantian besar selama sepekan.

                 Bagian mengesalkan dari prosesi "adat" ini adalah akan dipanggil satu persatu siswa atau siswi yang pernah melanggar tata tertib sekolah bidang kerapihan dimulai dari proses upacara bendera hingga yang paling mendetail, tinggi kaus kaki. Barisan laki-laki dipimpin oleh seorang pemimpin kompi perempuan , namun sebaliknya barisan perempuan dipimpin oleh seorang pemimpin kompi laki-laki, yang mana dua orang pemimpin kompi itu adalah kawan seangkatanku. Sang kepala sekolah berujar bahwa maksud dari diadakan prosesi "adat" ini adalah memberikan efek jera bagi para pelanggar kerapihan yang mana peraturan tersebut telah tertulis rapi di sebuah prasasti besar di samping pintu masuk sekolah. Dan meniadakan persepsi bahwa wanita tidak bisa galak dan garang terhadap laki-laki. Dibawah kepemimpinan bapak kepala sekolah sekarang ini, kami bersembilan betul-betul sering sekali dipermalukan di depan umum, sangat menyebalkan.

                  Lantunan teriakan , "Semua baris rapi ! Disuruh rapi aja susah banget, gerakannya yang sigap jangan seperti bekicot, dengar itu !" telah tertanam baik didalam fikiran kami, pelantun lawas dari perintah ini tidak lain tidak bukan adalah pemimpin kompi kaum Adam yang juga adalah pelantun nama-nama hewan yang diberikan untuk kami, dia adalah Len. Seorang idealis yang tidak pernah mau untuk diatur melainkan sangat mau untuk mengatur ini adalah kawan sekelasku , ia juga kawan masa kecilku yang masih bertahan hingga berumur 16 tahun seperti sekarang ini.

                   Kubongkar saja rahasianya, Len mengungkapkan dengan jujur bahwa dia selalu ingin tertawa dikala memarahi kami bersembilan, namun ia harus melakukannya karena itu adalah bagian dari karakteristik yang ingin ditunjukkan olehnya kepada orang banyak , sifat pengatur. Lain kata, ia hanya berpura-pura saja memarahi kami, namun entah mengapa bapak kepala sekolah sangat antusias sekali ketika kami bersembilan dimarahi oleh Len.

                    Pria yang selalu dipanggil "Cicak" disaat prosesi kerapihan setiap Jum'at ini adalah aku, ya, diriku sendiri. Namaku Tonto , orang yang justru selalu memiliki pemikiran yang berlawanan dengan Len, aku lebih bersifat introspektif, tidak mau mengatur dan tidak mau juga untuk diatur, aku lebih suka mawas diri supaya hal menjengkelkan ini tidak terulang lagi. Namun, banyak juga orang yang bertanya mengapa aku bisa berkawan lama dengan Len, berkawan selama 12 tahun menurut cerita orangtua kami berdua.

                     Berkawan selama itu betul-betul membuatku hafal akan lantunan perintah Len, apalagi yang akan dikeluarkan oleh Len adalah perintah-perintah kemarahan berbau otoriter, yang selalu menghentak jantungku secara tiba-tiba tanpa diperkirakan terlebih dahulu. Tidak salah jika kukatakan bahwa ia adalah suatu "mahakarya nada" yang telah aku hafalkan bahkan aku gubahkan. Dimana ada gubahan, terselip disana suatu hal yang tetap saja mengganggu, gangguan itu adalah Len adalah seorang anak "berkelebihan", maksudnya ia memiliki suatu hal yang tidak dimiliki oleh beberapa orang lainnya.

                      Walaupun ia memiliki hal semacam ini, namun tetap saja , bagiku ia hanyalah sebuah gubahan nada-nada yang bisa kucoret dan tulis ulang sesuka hatiku. Len tetaplah kawan sejatiku yang tetap menjadi sebuah mahakarya nada-nada bagiku, nada-nada yang menghentak jiwa.

----OOOO----

Kawan Nu-Pen, nantikan kelanjutan bagian #2-nya pada hari Minggu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar